Pada tanggal 11 Agustus 2024 Sr. Antonie dan bu Tumir mengunjungi kami, para Adeco dari Pati dan sekitarnya. Sr. Antonie berangkat dini hari dari Wonosobo dengan mobil, dan bu Tumir berangkat dari Yogya dengan bis. Mereka janjian untuk bertemu di Bawen, sebelum masuk jalan tol. Mereka berhasil bertemu tanpa kesulitan, dan bergegaslah mereka melanjutkan perjalanan bersama melalui jalan tol. Perjalanan lancar dan cepat, dan telah ditunggu oleh Pak Ucok bersama bu Lucia – istrinya dan pak Bambang di pompa bensin Tanggulangin. Mereka kaget, karena Sr. Antonie dan bu Tumir sudah tiba di pompa bensin, padahal mereka baru saja tiba dan sedang minum di toko yang ada di situ.
Untuk menghemat waktu, mereka pun segera meluncur ke Kudus. Sampai di Kudus, para alumni dari Kudus sudah siap menunggu di rumah mbak Yanti, istri almarhum pak Nugroho. Mereka adalah mbak Yanti, mbak Atin, mbak Nda-Nda dan mbak Duriyah. Mereka pun kaget, buru-buru menyelesaiakan persiapan suguhan buat para tamu. Mereka pikir, masih satu jam lagi tamu baru datang. Ech, ternyata cepat sekali sudah tiba.
Mbak Yanti bercerita bagaimana suaminya (pak Nugroho, alumni DB) dipanggil Tuhan karena sakit jantung. Waktu itu – tahun 2021 – masih dalam suasana pandemi covid. Maka ada pembatasan untuk para pelayat, karena banyak lokasi ditutup. Dia bercerita sambil masih merasa sedih karena kehilangan suaminya. Dia tidak menyangka bahwa suaminya akan dipanggil Tuhan begitu cepat. Mereka mempunyai 2 anak yang sudah besar. Ibunya mbak Yanti yang sudah lanjut usia tinggal bersamanya agar dapat dirawat dengan baik. Ibunya sehat sich, tetapi sudah mulai lupa-lupa.
Kami pun mengobrol dengan santai sambil makan dan minum. Nda-Nda, Atin dan Duriyah pun bercerita tentang pengalamanan hidup mereka masing-masing. Kemudian adiknya mbak Yanti yang tinggal di Kudus pun datang bersama istrinya, untuk bergabung ngobrol santai bersama kami. Senang sekali bisa bertemu mereka semua.
Yang juga berasal dari Kudus adalah mbak Sri, kami lupa nama lengkapnya. Biasanya kami memanggilnya dengan sebutan Sri Kudus. Sayang kami tidak bisa bertemu dengan dia, karena dia ikut suaminya yang tinggal di Pekalongan. Setelah ngobrol, minum dan makan makanan khas Kudus, yaitu Soto Kudus – yang dibuat dari daging kerbau dan berbagai lauk pauknya, mereka berpamitan pulang untuk melanjutkan mengunjungi mbak Rani yang tinggal di tengah kota. Sayang seribu sayang mereka tidak bisa bertemu mbak Rani, karena mbak Rani tinggal di Tayu. Syukurlah mereka bisa bertemu ibunya. Mereka pun melanjutkan perjalanan untuk mengunjungi mbak Intan yang sudah siap menunggu kedatangan mereka. Mereka bertemu mbak Intan dan ibunya.
Setelah ngobrol dan minum bersama kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke Tayu untuk mengunjungi mbak Dewi Tri Murtindah dan keluarganya. Mbak Dewi tinggal bersama bapak ibunya. Dia sedang mengandung dan hampir melahirkan. Tetapi sayang suaminya sudah meninggal bulan Maret yang lalu karena mendapat kecelakaan di Karawang. Kasihan mbak Dewi. Puji Tuhan dia aman dalam perlindungan ayah ibunya. Ketika kami sedang santai ngobrol, mbak Rani dan suaminya datang bergabung menemui sr. Antonie dan Bu Tumir. Syukurlah ….. akhirnya bertemu mbak Rani juga.
Cukup sudah kunjungan mereka pada hari Sabtu 10 Agustus ini. Hari sudah menjelang sore, mereka juga sudah lelah. Mereka perlu istirahat. Di Pati ada hotel De’ Praya milik ayahnya Yovita dari Pemalang. Sr. Antonie dan bu Tumir bermalam di hotel itu.
Pada hari Minggu tanggal 11 Agustus pagi, teman-teman Adeco Pati datang ke hotel De’ Praya. Ternyata Sr. Antonie dan bu Tumir belum kembali dari gereja. Mereka menunggu dengan sabar. Antara lain datang juga mbak Yuli diantar oleh ayahnya. Banyak alumni yang datang di hotel, antara lain : mbak Yuli tentu saja, pak Ucok, bu Lucia, pak Agung, bu Tika, pak Bambang, pak Andi, mbak Intan, dan saya ( Tanti ).
Setelah cukup ngobrol di hotel, kami pergi ke Juwana untuk mengunjungi rumah pak Bambang yang menikah dengan bu Harti (alumni DU). Bu Harti adalah istri ke-2 karena istri pak Bambang yang pertama (bu Nanako – alumni DU) telah meninggal dunia. Anak-anak mereka sudah bekerja. Senang bisa mengenal rumah dan karya mereka. Bu Harti menerima jahitan dan pak Bambang bekerja membuat jok mobil atau jok kursi. Tetapi karena sepi orderan, maka pak Bambang membantu bu Harti menjahit.
Kemudian kami melanjutkan perjalananan ke rumah mas Revi, yang juga tinggal di Juwana. Waaah …. Rumah mas Revi besar dan indah. Ayah mas Revi ikut menemui kami dan ngobrol bareng dengan kami. Waktu itu rombongan kami bertambah, ada mas Nazar dan istrinya juga. Kami makan siang di rumah mas Revi lalu melanjutkan perjalanan ke Rembang.
Di Rembang kami menuju rumah pak Anto yang menikah dengan mbak Pur (alumni DU). Wouw ….. rumah pak Anto besar, dengan arsitektur Jawa Kuno yang ditata rapih. Bahkan masih ada kursi goyang jadul yang sekarang tidak pernah dipakai lagi, namun kursi goyang itu masih kokoh, dan menghiasi rumah dengan indahnya. Ternyata rumah itu adalah warisan turun temurun yang tidak boleh dialihkan ke tangan orang lain (dijual) yang bukan dari garis keturunan keluarganya. Bagus juga sistem seperti itu. Pak Anto dan mbak Pur bekerja menjahit.
Setelah itu kami berkunjung ke rumah keluarga pak K. Hoo (alumni DB) yang menikah dengan orang mendengar. Walau pak K. Hoo sudah dipanggil Tuhan, kami senang bisa mengunjungi keluarganya. Istri pak K. Hoo dengan bangga bercerita bahwa pak K. Hoo adalah fotografer yang handal. Dia berani bepergian ke luar negri sendirian sampai ke India dan Jepang karena kegemarannya membuat foto. Sayang sekali dia meninggal karena kecelakaan dengan Kereta Api. Pak K. Hoo juga mempunya kakak perempuan tunarungu yang bernama Ida Liem. Semula bu Ida belajar di SLB/B Bandung lalu pindah ke SLB/DU. Sayang sekali bu Ida juga sudah meninggal setahun yang lalu karena jatuh.
Ditulis oleh : Wahyu Tanti – Adeco Pati