Berita duka melalui Video Call dari pak Mien Suryana ex teman sekelas pak Giek pada jam. 19.00 tgl. 10 Desember 2024, terlihat mata pak Mien berlinang dan pak Giek turut berlinang juga. Mereka sangat berduka kehilangan sahabat kental. Dalam Video Call itu terlihat bahwa pak Mien sedang berada di Rumah Sakit MAYAPADA Jakarta, saat itu pak Mien mau menengok TOTO WIJAYA RIP (alumni DB, 1974, usia 68 tahun) tetapi sudah menghembus napas terakhir – menutup mata untuk selamanya. Pak TOTO WIJAYA ( RIP ) adalah sahabat kental pak Giek sejak dia belum menikah, waktu masih bekerja di Semarang.

Sebagaimana Toto Wijaya (RIP) adalah sahabat kental, beberapa bulan sebelum berpulang hampir setiap hari dia Video call dengan pak Giek, dia ingin dihibur pak Giek yang biasa suka mengolok – olok. Begitu mendengar berita duka tersebut, kami bersepakat untuk pergi melayat ke Jakarta segera, mau naik kereta api padahal biayanya mahal. Untuk mencari penginapan terdekat, kami diberitahu Joko Purnomo (alumni DB) yang juga sahabat kental. Berhubung Joko pernah berpengalaman melayat pamannya beberpa bulan lalu di Jakarta. Dia bersama isterinya Linawati (alumni DU) menginap di hotel “JP” daerah Pluit Jakarta dekat rumah duka yang bernama “GRAND HEAVEN”, Jakarta Utara. Sayang mereka tidak bisa melayat ke Jakarta karena jauh jaraknya dari Banjarmasin, maka memohon kami untuk mewakilinya melayat ke Jakarta. Joko membantu menghubungi Hotel JP untuk membooking atas nama pak Giek. Pembayarannya kami gantikan kemudian hari. Untunglah kami tidak perlu merepotkan saudara atau teman untuk penginapan.

Malam itu juga setelah berita duka tersebut, saya segera memesan tiket kereta api online ke KAI untuk berangkat esok harinya. Saya pertama kali memesan tiket online. Baru belajar cara memesan tiket online, diajarkan oleh kemenakanku. …..waduuuuh….belajar cara bayar tanpa uang tunai. Gara-gara ….saya belum instal aplikasi E-Banking. Maka, pada malam hari itu juga – walau hujan cukup deras saya diantarkan kemenakanku ke Bank MANDIRI untuk membayar tiket KA dengan transfer via ATM. Ya ampun….., dari KAI beri waktu tenggang untuk melakukan transfer via ATM selama 20 menit. Jika waktunya habis maka tidak bakal muncul hasil transaksi dari Box ATM. Saya dan kemenakan ngebut kejar waktu naik motor dalam situasi hujan deras ….Untunglah akhirnya berhasil mendapatkan 2 (dua) tiket KA untuk pulang pergi. Saya sungguh nervous (= tegang) karena takut gagal mendapatkan tiket dan kehabisan tempat duduk kereta api berhubung menjelang liburan besar.
Setiba di Jakarta jam 15.00, kami makan lebih dulu di stasiun Gambir, lalu ke hotel JP Pluit dengan jasa Grab car. Cukup jauh juga, sekitar 1 jam untuk tiba di hotel itu. Setiba di hotel JP, kami langsung masuk kamar yang sudah dipesankan oleh Joko. Terkejar waktu cepat berlalu belum sempat istirahat, ada agenda kebaktian jam 19.00, kami keluar hotel berjalan kaki menuju rumah duka yang hanya makan waktu sekitar kurang lebih 10 menit.

Dengan perasaan ragu2 saya mengamati bangunan Gedung pencakar langit di pinggir jalan raya yang tampak seperti Hotel berbintang 5, kami menyeberang jalan menuju ke Gedung itu, saya bertanya pada Satpam di palang pintu masuk:
“Pak….itukah rumah duka ?”
Satpam membenarkan : “Ya bu”
Dalam hatiku bergumam : Woooouuuw…..kayak hotel berbintang 5 nih. Gemerlapan mewah sekali !
Naik lift menuju lantai 8, lantai spesial tempat para jenazah disemayamkan, ke ruang n. 805. Lalu kami masuk ke ruang jenazah pak Toto Wijaya disemayamkan, astaga …… penuh sesak banyak para pelayat bercampur baur, baik orang dengar maupun teman2 Tuli dari berbagai komunitas antara lain anggota Gerkatin Jakarta, anggota perkumpulan alumni SLB lain ( Santi Rama, Cijantung, Karya Murni, Pangudi Luhur ) ……(maaf)…. suasananya seperti sedang “berpesta” ! Mereka berbaur sedang makan malam di samping berlangsungnya kebaktian Kristen dalam satu rungan. Astagaaa….. !
Saya menggelengkan kepala…..baru pertama kali ini kami alami suasana pelayatan seperti itu ….. luar biasa penuh para pelayat yang datang memberi penghormatan terakhir kepada Toto Wijaya (RIP) yang dikenal sebagai orang yang ramah, sabar, murah senyum, baik hati, tidak suka marah, dan suka berteman. Di depan jenazahnya, kami berdoa sejenak. Selamat jalan, sobat kami Toto Wijaya.
Sedangkan di ruang2 yang lain di sebelah, suasana justru tenang …..memang sedikit pelayat dan yang datang bersilih ganti. Di lantai 8 ada 5 ruang persemayaman jenazah.
Teman2 Tuli dengan budaya tuli khas….. begitu ramai mengobrol ngalor ngidul….ngrumpi….. terselip gossip. Pak Giek tidak bisa diam ….selalu saja membanyol. Sebetulnya harus tahan diam dalam keadaan duka cita. Entahlah karena lamaaaa sekali tidak bertemu teman2 Tuli. Tentu pula tidak lupa kami pun berfoto-foto di samping peti jenazah pak Toto Wijaya dan menabur bunga.

Acara ibadat Kembangan selesai, kami masih mengobrol dan sempat mendengarkan cerita dari isteri Toto Wijaya ( RIP ) – bu Meilia tentang proses pemeriksaan dari para dokter sampai saat menghembuskan napas terakhir.
Kami pulang meninggalkan rumah duka GRAND HEAVEN itu pada jam. 23.00, pak Mien Suryana mau ikut menginap di Hotel JP. Setelah mendapatkan kamarnya satu lantai, pak Mien mengajak kami menikmati jajanan di depan Hotel untuk melepas kerinduan setelah sekian lama tidak bertemu. Mengobrol lama sampai subuh jam. 02.30. Saya menahan ngantuk lho. Terima kasih kepada kawan lama pak Mien Suryana ex sekelas pak Giek yang baik hati.
Keesokan harinya jam. 09.00 kami bertiga dari hotel JP menuju ke rumah duka Grand Heaven lagi untuk upacara pelepasan dan kremasi jenazah. Di ruang no. 805 diadakan upacara pengantaran jenazah oleh sejumlah “prajurit” berbusana a’la angkatan laut dengan pedang menuju ke lantai 5 tempat kremasi jenazah, kami pun mengikuti turun ke lantai 5. Di lantai 5 ada 5 ruangan kremasi. Di ruang itu diadakan doa bersama, keluarga pak Toto Wijaya secara lengkap berfoto di samping peti untuk perpisahan terakhir, dilepaslah peti masuk bilik dalam untuk kremasi. Saya tidak bisa bayangkan …… bagaimana mungkin bisa kremasi dalam gedung yang mewah itu….cerobong asap tidak kelihatan padahal bangunan itu berlantai delapan yang sangaaat luas dan besar. Adapun biaya keseluruhannya berbeda-beda menurut fasilitas yang tersediakan. Fasilitas yang komplit dari persemayaman sampai melabuh abu jenazah ke laut atau disimpan dalam lemari kotak paling mahal sekitar 70 jutaan. Teknik arsitekturnya luar biasa….suasana nyaman, bersih, tenang.
Setelah upacara selesai, kami diberi kupon makan siang. Sebelum masuk tangan kami dicap stemple lalu serahkan kupon masuk ruang makan di lantai 5 itu juga. Selesai menikmati makan siang, pak Mien Suryana pulang lebih dulu, kami pulang menuju ke stasiun Pasar Senen. Setiba stasiun, mengurus tiket KA pulang ke Yogyakarta. Menunggu keberangkatan jam.19.00, kami beristirahat di ruang tunggu dan membeli makanan untuk makan malam di dalam Kereta api.

Sampai di stasiun Tugu Yogyakarta jam. 02.30 subuh, kami naik grab ke Timoho. Puji Syukur kepada Tuhan bahwa kami telah selamat dalam keadaan sehat. Tentu saja kami lelah …..tepar, bangun kesiangan…
Diceritakan oleh : Dita Rukmini (DU, 1972)
ADECO wilayah Yogyakarta.