Rabu, Juni 18, 2025
No menu items!
spot_img
BerandaBerita AlumniStudi LanjutPERJUANGAN DAFI USAHA ADVOKASI UNTUK AKSESIBILITAS TULI HINGGA LULUS KULIAH

PERJUANGAN DAFI USAHA ADVOKASI UNTUK AKSESIBILITAS TULI HINGGA LULUS KULIAH

        Pada artikel ini, saya ingin mengangkat cerita tentang Dafi, seorang alumni SLB/B Don Bosco – Wonosobo. Sebelumnya, saya ucapkan selamat berbahagia atas pernikahan Dafi dengan Siti Rodiah, alumni SLB/B Santi Rama – Jakarta, yang dilangsungkan pada 29 Juni tahun lalu. Semoga pernikahannya langgeng dan penuh kebahagiaan. Kembali ke kisah Dafi, ia lahir di Surakarta pada tahun 1995 dengan nama lengkap Muhammad Dafi Muchlisin. Pada Juli 2002, Dafi mulai bersekolah di SLB/B Don Bosco. Saat pertama kali masuk, Dafi ditempatkan di kelas Bona (yang sekarang dikenal sebagai kelas P2), bersama teman-temannya seperti Candra, Katon, Aldiano, Jajat, Heru, dan lainnya. Beberapa bulan kemudian, Dafi turun kelas ke kelas Bobo (sekarang dikenal sebagai kelas P1) karena kemampuan Dafi belum menyamai Candra dan teman-teman.

          Pada masa itu, yang menjadi kepala sekolah di SLB/B Don Bosco adalah Pak Ratno, saat Dafi berada di TK hingga kelas 4 SD. Setelah itu, posisi kepala sekolah dipegang oleh Bu Sapta, saat Dafi berada di kelas 4 hingga kelas 6. Dafi menyelesaikan pendidikannya di SLB/B Don Bosco pada tahun 2011, kemudian melanjutkan ke Kejuruan (yang sekarang dikenal sebagai SMPLB) di Don Bosco, Wonosobo. Saat itu, kepala sekolahnya adalah Bu Linda. Di kelas tersebut hanya ada 9 siswa, karena beberapa teman sekelas Dafi memilih melanjutkan pendidikan ke sekolah umum setelah lulus dari SDLB SLB/B Don Bosco.

      Setelah lulus dari SMPLB Don Bosco, Dafi melanjutkan pendidikannya ke SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta, mengambil jurusan Teknik Komputer dan Jaringan. Di SMK tersebut, Dafi tidak sendiri. Ia belajar bersama 4 siswa Tuli lainnya, total ada 5 siswa Tuli yang terdiri dari 3 lulusan SLB/B Don Bosco dan 2 lulusan dari SLB/B lain. Saat masuk SMK di Yogyakarta, Dafi merasakan adanya perbedaan signifikan antara lingkungan sekolah SLB/B Don Bosco dan SMPLB Don Bosco dengan lingkungan SMK Yogyakarta. Metode pengajaran para guru pun berbeda. Di SLB/B dan SMPLB Don Bosco, guru mengajar dengan bicara perlahan, menggunakan gerakan bibir yang lebih lebar, serta memanfaatkan gestur tubuh dan ekspresi wajah agar materi pelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa Tuli. Namun, di SMK Yogyakarta, guru mengajar secara verbal dengan kecepatan bicara yang lebih tinggi. Perubahan ini membuat Dafi merasa kaget dan kesulitan memahami gerakan bibir para guru di SMK. Meski demikian, Dafi memiliki kebiasaan membaca buku pelajaran setelah jam sekolah selesai, sehingga ia tetap mengikuti pelajaran dengan baik.

         Saat memasuki kelas 3 SMK, Dafi mulai mengajukan advokasi kepada pihak sekolah untuk menyediakan aksesibiltas bagi siswa tuli yaitu JBI (Juru Bahasa Isyarat) agar siswa Tuli dapat lebih mudah mengikuti pelajaran di sekolah. Keberanian Dafi untuk melakukan advokasi ini karena Dafi bergabung dengan komunitas Tuli di Yogyakarta sejak semester 2 kelas 1 SMK dan dari komunitas tersebut Dafi mendapatkan banyak pengalaman berharga mengenai pentingnya advokasi bagi siswa tuli untuk mendapatkan aksesibilitas dan hak-hak siswa Tuli.

Dafi ketika diwisuda atas kelulusan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta

    Setelah Dafi mengajukan advokasi di SMK, pihak sekolah akhirnya bersedia menyediakan JBI (Juru Bahasa Isyarat). Namun, terdapat kendala terkait honor untuk JBI. Akhirnya pihak SMK menyediakan JBI yang sukarela bertugas dari pagi hingga siang, meskipun menurut sistem JBI seharusnya jam kerja JBI dibatasi dua jam. Bila lebih dari 2 jam, harus disediakan lebih dari 1 orang JBI. Kehadiran JBI membantu Dafi dan teman-teman tuli untuk mengikuti pelajaran dengan lebih baik serta mampu berpartisipasi secara aktif di kelas. Setelah lulus dari SMK, Dafi melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, yakni Universitas Atma Jaya Yogyakarta, mengambil jurusan Sosiologi. Perjalanan pendidikannya membuahkan hasil ketika Dafi berhasil menyelesaikan kuliahnya pada bulan April 2022 dan diwisuda pada bulan Agustus 2022.

     Dafi selalu mendapat dukungan penuh dari orang tuanya atas setiap pilihan dan langkah hidup yang diambilnya. Dukungan tersebut membuat Dafi menjadi pribadi yang mandiri dan berani mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Salah satu pencapaian yang paling berkesan bagi Dafi adalah keberhasilannya mengadvokasi terkait penyediaan aksesibilitas bagi siswa Tuli, seperti JBI (Juru Bahasa Isyarat), baik di sekolah maupun di universitas tempat Dafi mengenyam pendidikan. Pengalaman tersebut menjadi momen yang tak terlupakan karena Dafi merasa perjuangannya tidak sia-sia dan manfaatnya masih dirasakan hingga sekarang. Berkat perjuangannya, Dafi berhasil lulus kuliah dengan nilai baik dan diwisuda. Orang tua Dafi pun bangga atas pencapaian putranya, Dafi.

Saat Dafi presentasi sebagai kepala staff administrasi PUSBISINDO cabang DKI Jakarta

 

Dafi bekerja sebagai JBI di stasiun TV dari tahun 2022 sampai sekarang

       Setelah lulus kuliah, Dafi langsung diterima bekerja di PUSBISINDO (Pusat Bahasa Isyarat Indonesia) cabang Jakarta sebagai Kepala staff administrasi cabang DKI Jakarta. Selain itu, Dafi juga bekerja sebagai JBI (Juru Bahasa Isyarat) diYayasan PLJ (Pusat Layanan Juru Bahasa isyarat). Sebagai penutup, Dafi menyampaikan pesan motivasi kepada para pembaca MSMP:

  1. Beradaptasi di Lingkungan Baru: “Kalian harus bisa beradaptasi, tidak hanya di lingkungan sekolah, tetapi juga di tempat kerja. Jangan mudah menyerah dan menyalahkan diri sendiri dengan alasan seperti : Maaf, mental saya lemah. Percayalah, kalian mampu.”
  2. Manfaatkan Kesempatan Emas: “Ingat, kesempatan emas hanya datang sekali seumur hidup! Jangan menyesali apa pun atas pilihan Anda.”
Dafi bersama tim bekerja dalam menyediakan aksesibilitas untuk Tuli dalam acara Debat Calon Presiden dan Cawapres tahun 2024.
Dafi saat mengikuti presentasi Di acara WFD (World Federation of the Deaf) di Jeju, Korea Selatan

Catatan dari Dafi:
Perbedaan antara Tuli dan tuli. Tuli dari aspek sosial, budaya dan sejarah. Kata tuli (huruf kecil) adalah kata yang kasar dan biasanya dipakai oleh orang Dengar, misal bila memanggil tapi tidak direspon “Hei kamu tuli!”. Jika memanggil kami dalam kalimat harus menggunakan Tuli (huruf besar). Thanks.

———————-

Ditulis oleh Enny Suharto (Onik) – Alumni DU Angkatan 1987
Berdasarkan hasil wawancara dengan Dafi

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img

posting terupdate

Recent Comments

Andre Tjakra ( Alumni Don Bosco 2001) pada GANGGUAN MATA
Aning pada PENDERITAAN ELIZA
Aning pada TEMPE KEMUL
dewi murtindah pada TEMPE KEMUL
Aning pada Kisah Seorang Mirmo
dewi murtindah pada EDITORIAL
dewi murtindah pada EDITORIAL
dewi murtindah pada * Pelepasan Kerinduan Kita *
dewi murtindah pada ~Dena Upakara~
Aning pada ~Dena Upakara~
Andre Tjakra (Adeco Bandung dan ketua keluarga ADECO Bandung) pada Reuni Kecil Murid Pertama Saya
Rudianto pada EDITORIAL
Rudianto pada EDITORIAL
Tabita Setyowati pada EDITORIAL
error: Content is protected !!