Hari Sabtu tanggal 13 September 2025 saya, Bu Lilis (Alumni DU 1987), Bu Emi (Non Adeco), Widi (Alumni DB 2010) dan Arul (Alumni DB 2017) menghadiri acara Pengembangan Layanan Kesehatan Ramah Disabilitas dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan kolaborasi Dinas Kesehatan Wonosobo.

Kami datang ke Dieng Creative Hub di Jalan Seruni, untuk registrasi terlebih dahulu, lalu duduk sambil makan snack yang disajikan oleh Panitia; kemudian semua peserta naik ke lantai atas. Di sana acara dimulai dengan narasumber Ketua Panitia dari UNY, dan Kepala Dinas Kesehatan Wonosobo (Pak Jaelani). Saya duduk sebaris bersama teman-teman dan seorang Juru Bahasa Isyarat (JBI) dari UNY di bagian depan. Juru bahasa itu menerjemahkan demikian, “Bagi para penyandang disabilitas tunarungu sering ada masalah komunikas dengan dokter dan perawat; sedangkan untuk penyandang disabilitas tunanetra sering ada masalah bagaimana berjalan menuju ke rumah sakit atau puskesmas bila tidak dengan pendampingnya. Jadi Dinas Kesehatan dan Pemerintah Kabupaten Wonosobo berusaha untuk bisa meningkatkan fasilitas untuk para penyandang disabilitas di Wonosobo “.
Pak Jaelani meminta teman-teman tuli mengajari dokter dan perawat untuk belajar bahasa isyarat guna mengatasi masalah komunikasi dengan kaum tuli, khususnya belajar bahasa isyarat sambil berbicara dimulai dari huruf A sampai Z, kalimat sapaan, pendaftaran rumah sakit, kata-kata yang berhubungan dengan hal medis. Saya mengusulkan agar puskesmas diberi nomor antrian visual, karena kami pernah ke puskesmas setelah dapat nomer lalu duduk manis; ada dokter memanggil-manggil dengan memakai mikrofon berkali-kali tetapi kami tidak tahu sebab kami tuli, jadi salah seorang perawat memanggil kami secara langsung untuk masuk ke ruang pasien. Dokter itu memakai masker sehingga membuat kami kesulitan dalam komunikasi. Dinas Kesehatan berencana membuat jalur komunikasi khusus bagi para penyandang disabilitas. Bu Lilis (Alumni DU1987) memiliki masalah ekonomi sehingga tidak berani mengambil tindakan operasi karena biayanya mahal. Dokter berkata bahwa biaya operasi bisa gratis kalau memiliki kartu BPJS kesehatan; karena itu disarankan agar ia mendaftar BPJS dulu kalau belum memilikinya.
Pada acara terakhir kami berfoto bersama dan menerima souvenir sebelum bubar. Pada kesempatan itu, saya berkata: “Terima kasih kepada Dokter dan Perawat yang sudah belajar bahasa isyarat sambil bicara bersama kami. Kami berharap Dokter bisa berkomunikasi dengan para penyandang disabilitas tunarungu dengan lebih baik, dan semoga pelayanan puskemas menjadi lebih ramah bagi para penyandang disabilitas”
Penulis:
Achmad Fauzi – Alumni DB 2011